Sunday 6 September 2015

Lurah: Lima Gubernur Tak Ada yang Berani Bongkar Kampung Pulo

Lurah: Lima Gubernur Tak Ada yang Berani Bongkar Kampung Pulo

Sebuah kisah diceritakan oleh Lurah Kampung Melayu Bambang Pangestu mengenai pembongkaran Kampung Pulo serta relokasi warganya. Bambang mengatakan, momen ini telah mengingatkan dia pada kejadian sekitar 23 tahun yang lalu pada tahun 1992.

"Ketika itu, saya belum jadi PNS (pegawai negeri sipil). Saya masih jadi relawan di PMI (Palang Merah Indonesia)," ujar Bambang di Rusunawa Jatinegara Barat. Pada saat itu, Bambang mengatakan, PMI terlibat suatu program bersama dengan ilmuwan dari Institute Teknologi Bandung (ITB).

Program tersebut bertujuan untuk mencari solusi masalah banjir di DKI Jakarta. Kawasan Kampung Pulo merupakan kawasan yang dikunjungi Bambang serta para ilmuwan ketika itu.

kampung pulo


Bambang mengatakan, mereka tidak hanya meneliti dari luar, tetapi juga ikut masuk ke dalam Kampung Pulo dan melihat secara langsung gaya hidup warga. Setelah memetakan permasalahan dan melihat langsung kondisi Kampung Pulo, Bambang beserta ilmuwan lain akhirnya menemukan solusi.
"Waktu itu, kami berkesimpulan, ini bakal bagus banget kalau Sungai Ciliwung diperlebar, terus dibikin jalan inspeksi. Warga yang tinggal di sana direlokasi. Kalau seperti itu, pasti tidak banjir," ujar Bambang.
Akan tetapi, waktu itu dia bukan pembuat kebijakan. Dengan demikian, solusi yang ditemukan tidak bisa dilaksanakan begitu saja.

Ternyata, solusi yang dipikirkan oleh Bambang 23 tahun lalu merupakan solusi yang dilaksanakan dalam pembongkaran Kampung Pulo saat ini. Semuanya sama. Dia pun tidak menyangka, pembongkaran akan dilakukan saat dia menjabat sebagai lurah Kampung Melayu. Setelah menjadi lurah, Bambang mengaku hanya patuh pada perintah Gubernur serta atasannya.

Apa pun yang diperlukan untuk pembongkaran itu, dia siapkan. Mulai dari pendataan penduduk hingga memilih rusun. Bambang Pangestu mengatakan, semua ini seakan membawa dia kembali pada masa-masa menjadi relawan itu.

Dia tidak menyangka bahwa setelah puluhan tahun ke depan, dia menjadi pelaksana pembongkaran Kampung Pulo itu demi menuntaskan banjir Jakarta. "Kalau saya berdiri di dekat jembatan tuh, lihat Kampung Pulo sudah rata, roda seperti berputar. Saya jadi ingat, itu adalah tempat yang pernah saya kunjungi puluhan tahun lalu. Penyelesaiannya persis yang saya bayangkan saat itu. Aduh, saya sampai merinding nih ceritanya," ujar Bambang.

Bambang Pangestu mengatakan, baru Basuki Tjahaja Purnama, gubernur yang berani melaksanakan solusi "gila" tersebut. Selama ini, warga Kampung Pulo sudah sering mendengar bahwa kawasannya akan digusur.
Akan tetapi, hal itu tidak kunjung dilakukan. Bambang pun menganggap warga menjadi terlena dan mengentengkan rencana pembongkaran itu. Mereka sampai berani membangun rumah mereka lagi.

"Sudah lima gubernur, enggak ada yang jadi bongkar. Mereka juga jadi bodo amat, akhirnya bangun rumah lagi. Baru Pak Ahok nih yang akhirnya berani membuat keputusan itu. Kata Bapak, 'Bereskan'," ujar Bambang Pangestu.

Makam keramat
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah memastikan tak akan membongkar makam di Kampung Pulo. Salah satunya makam yang sudah berusia 260 tahun. Imam Daerah DPD DKI Jakarta Front Pembela Islam (FPI), Habib Moch Zein Bin Zeid Alatas, mengatakan, sebenarnya ada 7 makam di Kampung Pulo.
"Ada makam Habaib dan kiai-kiai, usianya rata-rata puluhan tahun,".

makam keramat
Namun, kata Zein, yang paling tua adalah Makam Habib Hussein Alaydrus yang usianya sudah 260 tahun.


Habib itu dimakamkan tahun 1755 di sana, dimana Jakarta masih bernama Batavia dan masih dikuasai perusahaan dagang bernama VOC milik Belanda. Zein mengatakan, sebelumnya pihaknya memang sudah meminta ke Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Tito Karnavian untuk menyampaikan agar makam-makam itu tak dibongkar.

Selain ada makam habib Hussein, ada pula makam KH Kosim Bin H Tohir. Makam ini tampak rapi dan terawat. Di batu nisan tertera KH Kosim lahir tahun 1857 dan wafat tahun 1947. Menurut warga sekitar Kampung Pulo makam ini sering diziarahi orang-orang dari Jakarta dan sekitarnya.
Agak aneh karena warga sendiri tidak tahu siapa sebenarnya KH Kosim tersebut, dan mengapa makamnya ada di Kampung Pulo.

Selain itu, juga tidak ada keturunan langsung dari yang bersangkutan yang tinggal di kawasan itu.

(sumber)

No comments:

Post a Comment